Senin, 06 Oktober 2014

KOTABARU | Sisi Lain Yogyakarta

    Jika anda melintasi  kawasan timur laut Malioboro, kawasan di seberang timur Sungai Code yang kini dinamai Kotabaru, anda akan merasakan kesan yang berbeda dibandingkan dengan kawasan lain di kota Yogyakarta. Ruas jalan yang cukup besar dengan taman bunga sebagai pembagi ruas jalan, pohon-pohon besar, dan tanaman buah yang banyak terdapat di ruas jalan ini menandakan Kotabaru dirancang dengan konsep Garden City, dilengkapi boulevard dan ruas jalan yang cukup lebarKotabaru atau dulu disebut Nieuwe Wijk merupakan kawasan Indische yang layak disebut sebagai salah satu wilayah paling maju di jamannya. 
       


Repro negatif foto Jalan Mataram dan Jalan Dr. Yap di Kotabaru, Yogyakarta antara tahun 1900-1940
Kotabaru adalah sebuah kawasan yang berkembang mulai tahun 1920 sebagai konsekuensi kian padatnya kawasan Loji Kecil. Di kawasan Kotabaru, kita tidak akan menemukan sebuah gang sempit yang biasa kita jumpai di tempat-tempat lain di kota Yogyakarta. Perancangan awal kawasan ini berkonsep pola radial seperti kota-kota di Belanda pada umumnya, berbeda dengan wilayah yang lain di kota Yogyakarta masih menganut pola arah mata angin. 



Setiap sudut Kotabaru tidak saja indah, tetapi juga menyimpan cerita. Jalan Kewek yang menjadi gerbang selatan kawasan ini misalnya, menyimpan cerita yang cukup jenaka. Jalan berupa jembatan yang menghubungkan seberang timur dan barat Sungai Code itu sebenarnya dinamai Jalan Kerkweg, namun karena banyak orang Jawa sulit melafalkannya, namanya pun berubah menjadi Kewek. Karena berupa jembatan, jalan yang kini bernama Abubakar Ali itu juga disebut Kreteg Kewek.



Gereja Santo Antonius Kotabaru, yogyakarta




Berjalan ke utara dari Kreteg Kewek, anda akan menemukan bangunan Gereja Santo Antonius Kotabaru. Ciri khas bangunan Eropa tampak pada bangunan menara tinggi di bagian depan gereja, tiang-tiang besar dari semen cor sebanyak 16 buah, juga plafon berbentuk sungkup. Gereja yang berdiri tahun 1926 dan semula bernama Santo Antonius van Padua ini mulai berkembang saat tempat ibadah semula di rumah Mr Perquin (depan Masjid Syuhada) sudah tak mencukupi lagi.



Bangunan lain yang cukup menonjol dan bernilai sejarah adalah kantor Asuransi Jiwasraya. Pada masa Belanda, gedung ini dipakai sebagai rumah salah satu pegawai Asuransi Nill Maatschappij, sementara pada masa Jepang dipakai sebagai tempat tinggal Butaico Mayor Otsuka, perwira tinggi angkatan bersenjata Jepang. Tanggal 6 Oktober 1945, bangunan ini dipakai sebagai tempat perundingan Moh Saleh Bardosono dengan Otsuka dalam rangka penyerahan senjata.


Kantor Asuransi Jiwasraya, Yogyakarta


Bila masih belum puas juga melihat bangunan-bangunan kuno, anda bisa menyusuri setiap relung Kotabaru. Sederetan bangunan kuno berarsitektur Belanda akan ditemui dengan mudah. Beberapa yang mempunyai nilai sejarah adalah gedung bekas Kementrian Luar Negeri yang berlokasi di simpul jalan menuju Jembatan Gondolayu, rumah Brigjend Katamso yang berada di sebelah timur Stadion Kridosono, Gedung Kolese Santo Ignatius yang dulu digunakan sebagai kantor Kementrian Pertahanan, Gedung SMAN 3 sebagai gedung AMS, Gedung SMP 5 yang dahulu dipakai Normalschool, serta bangunan gardu listrik rancangan khas Belanda.


Sudut-sudut Kotabaru kini berkembang dinamis. Terdapat sejumlah kafe tempat beristirahat setelah berwisata menikmati pesona kota tua, sebuah galeri seni tempat dilangsungkannya beragam pameran, juga tak ketinggalan tempat mencicipi berbagai masakan, bahkan tempat berolahraga. Pesona Kotabaru sebagai kota taman pun hingga kini masih bisa dinikmati dengan duduk dan berteduh di sisi kanan kiri jalan.




                                                                               Penulis: Janet



Tidak ada komentar :

Posting Komentar