Bintaran merupakan satu kawasan di Yogyakarta yang bermula dari wilayah kediaman Pangeran Haryo Bintoro yang berada di Jalan Bintaran Kidul No. 5, dan kemudian kawasan ini berkembang menjadi area pemukiman
Indische pada tahun 1930an.
Seperti umumnya
pemukiman Indische, Bintaran juga memiliki sebuah gereja, yaitu Gereja Santo
Yusuf yang dibagun pada tahun 1933-1934. Gereja tersebut merupakan gereja Jawa pertama yang diperuntukan bagi orang-orang katolik Jawa atau pribumi. Selain bangunannya yang unik perpaduan antara Jawa-Belanda, Bintaran juga menjadi salah satu cagar budaya yang dilindungi oleh Negara Indonesia berdasarkan peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.25/PW.007/MKP/2007 tentang penetapan situs dan bangunan peninggalan sejarah dan purbakala yang berlokasi di wilayah provinsi D.I.Y sebagai benda atau kawasan cagar budaya. Serta sampai saat ini, bangunan dari gereja tersebut masih utuh dan terpelihara.
![]() | |||
Bintaran, Yogyakarta |
Sebelum berkembang
menjadi pemukiman Indische, Bintaran dikenal sebagai tempat berdirinya Ndalem
Mandara Giri, kediaman Bendara Pangeran Haryo Bintoro, salah satu putra Kraton Ngayogyakarta
Hadiningrat. Bintaran dihiasi dengan
bangunan-bangunan yang berarsitektur khas Eropa. Meski demikian, ciri bangunan
di wilayah Bintaran berbeda dengan bangunan di Loji Kecil ataupun Kotabaru.
Halaman bangunan yang berdiri di kawasan Bintaran lebih luas, sementara bagian
depan rumah lebih kecil, mempunyai banyak pilar, daun pintu luar berbentuk
krepyak serta daun pintu dalam dihiasi kaca.
Bangunan bersejarah
lain juga bisa ditemukan tak jauh dari Ndalem Mandara Giri. Salah satunya
adalah Gedung Sasmitaloka Jenderal Soedirman yang bisa ditemui persis di sisi
kiri jalan Bintaran. Dahulu, bangunan yang berdiri tahun 1890 itu
dimanfaatkan sebagai kediaman pejabat keuangan puro Paku alam VII bernama
Wijnschenk. Bangunan itu juga sempat menjadi rumah dinas Jendral Soedirman,
kemudian menjadi kediaman Kompi Tukul setelah kemerdekaan.
Sementara, bangunan
Museum Biologi yang berada di Jalan Sultan Agung dahulu dimanfaatkan sebagai
tempat tinggal pengawas militer daerah Pakualaman. Kediaman seorang warga
Belanda bernama Henry Paul Sagers, kini dimanfaatkan sebagai kantor Komando
Pemadam Kebakaran. Bangunan bersejarah lain adalah penjara Belanda yang kini
digunakan sebagai Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan.
Untuk bisa mengunjungi Gereja Santo Yusuf atau Bintaran ini, pengunjung tidak dikenakan biaya tiket masuk, bagi pengunjung yang beragama katolik bisa mengikuti Misa harian ataupun Misa pada hari Sabtu dan Minggu. Untuk informasi lebih lanjut pengunjung bisa datang ke kantor sekertariat paroki atau tanyakan langsung pada petugas gereja setempat. untuk perayaan Ekaristi diadakan setiap hari Misa Harian pukul 05.30 WIB, Sabtu pukul 16.30 WIB serta Minggu pukul 05.30 WIB, 07.30 WIB, dan 16.30 WIB.
Untuk bisa mengunjungi Gereja Santo Yusuf atau Bintaran ini, pengunjung tidak dikenakan biaya tiket masuk, bagi pengunjung yang beragama katolik bisa mengikuti Misa harian ataupun Misa pada hari Sabtu dan Minggu. Untuk informasi lebih lanjut pengunjung bisa datang ke kantor sekertariat paroki atau tanyakan langsung pada petugas gereja setempat. untuk perayaan Ekaristi diadakan setiap hari Misa Harian pukul 05.30 WIB, Sabtu pukul 16.30 WIB serta Minggu pukul 05.30 WIB, 07.30 WIB, dan 16.30 WIB.
Selain semua bangunan
dan sejarahnya, Bintaran kini juga menawarkan pesona lain, yaitu kulinernya.
Salah satu yang cukup terkenal adalah Bakmi Kadin yang berlokasi di Jalan Bintaran Kulon No. 3 dan 6, Bintaran
barat.
Penulis : Nur Balqis Yuliananda
Tidak ada komentar :
Posting Komentar